Aku bisa apa, saat kau pilih meninggalkan?
Aku bisa apa, saat kalau tak sudi lagi berpaling ke aku?
Aku bisa apa, saat rindumu bukan lagi milikku?
Aku bisa apa, saat wajahku bukan lagi di matamu?
Aku bisa apa, saat ruang hatimu tidak lagi terisi cintaku?
Aku bisa apa, saat cinta bukan lagi tanda setia?
Aku bisa apa, saat kata-katamu semua dusta?
Aku bisa apa, saat janjimu tak lagi memakna apa?
DAN SEORANG AKU, BISA APA LAGI?
Aku berhenti bertanya,
Mengapa?
Kenapa?
Bila?
Di mana?
Siapa?
Apa?
Aku tidak lagi bertanya,
Mengapa?
Kenapa?
Siapa?
Apa?
Bila?
Di mana?
Aku tidak akan bertanya,
Mengapa?
Kenapa?
Bila?
Di mana?
Siapa?
Apa?
Itu sudah cukup.
Buat kau mengerti,
Mengapa?
Kenapa?
Bila?
Di mana?
Siapa?
Apa?
Tidak lagi.
Isi perbualan kita acap kali menerawang.
Daripada satu tajuk ke satu tajuk yang lain.
Saling tidak berkait, pun kita menikmati itu.
Kita ketawa, kita bahagia.
Padahal, ada waktu isinya konyol sekali.
Ada masanya, keseriusan membadai (padahal bukan isu kita).
Sering juga, norak.
Kita tetap sering begitu.
Tiada seorang di antara kita menahan atau saling memaki.
Kita bebas saling menerawang ke bentuk pemahaman sendiri.
Lalu, norak dan konyol bersama.
